Nama : Yafedi Gea
Nim : 11-612 Th
Mata
kuliah : Liturgika
Dosen mengampu : Pdt. James Damping, M.Th
PRINSIP-PRINSIP
IBADAH DALAM PERJANJIAN LAMA (Imamat
10:10;22;2)
Tanpa ibadah, suatu agama akan
kehilangan hakekatnya. Melalui ibadah manusia mengadakan hubungan vertikal
dengan yang ilahi dan mewujudkan nilai-nilai rohaninya dalam kehidupan bersama
(horisontal). Jadi idealnya, ibadah menjadi ciri dimana manusia hidup dalam
relasi yang benar dengan Allah dan dengan sesamanya. Prinsip-perinsip ibadah berbeda-beda,
ibadah merupakan indikasi tentang pemahaman yang sempit dan praktek-praktek
ibadah yang biasa (ibadah tidak dipahami dan dihayati secara benar dan utuh).
ibadah itu sesungguhnya, Alkitab Perjanjian Lama akan menolong kita untuk
mengerti dan memaknai ibadah itu secara benar dan utuh.
PENGERTIAN
TENTANG IBADAH
Kata ibadah sebenarnya
berasal dari kosa kata “äbodah” (bahasa Ibrani) atau ibadah (bahasa
Arab) yang secara harafiah berarti bakti. Alkitab ada beberapa kata atau
ungkapan yang dipakai untuk ibadah. Kata kerja äbad (Bahasa Ibrani)
berarti melayani atau mengabdi (seperti pengabdian/pelayanan yang utuh dari
seorang hamba kepada tuannya). Sedangkan kata àbodah
(bahasa Ibrani), latria (bahasa Yunani) berarti pelayan atau bisa juga
berarti pemujaan dan pemuliaan. Disamping itu kita juga
bertemu dengan kata histaaweh (proskuneo ;bahasa Yunani).
Ibadah
Perjanjian Lama. Pada waktu Allah memilih suatu bangsa bagi diri-Nya,
Allah juga memberikan cara bagaimana bangsa itu dapat bertemu dengan TUHAN;
jadi Dia memberikan ibadah tabernakel di mana Israel dapat menghadap Allah yang
mahakudus. Di tempat ini TUHAN akan bertemu dengan Israel (Kel. 25:22; 29:42,
43; 30:6, 36).
Kemudian, pelaksanaan ibadah itu
berkembang menjadi ibadah umat. Musa adalah seorang tokoh yang dianggap sebagai
peletak dasar dari ibadah umat yang diorganisir, dan yang menjadikan Jahwe
sebagai alamat ibadah satu-satunya. Ibadah umat diorganisir di dalam Kemah
Pertemuan, dan upacaranya dipandang sebagai “pelayanan suci” dari pihak umat untuk
memuji Tuhan. Badah umum yang sudah demikian berkembang yang dilaksanakan dalam
kemah pertemuan dan Bait Suci, berbeda sekali dari ibadah pada zaman yang lebih
awal ketika para Bapak leluhur percaya, bahwa Tuhan dapat disembah di tempat
mana pun Dia dipilih untuk menyatakan diriNya. Tapi bahwa ibadat umum di bait
Suci merupakan realitas rohani, jelas dari fakta bahwa ketika tempat suci itu
dibinasakan, dan masyarakat Yahudi terbuang di babel, ibadat tetap merupakan
kebutuhan dan untuk memenuhi kebutuhan itu ”diciptakanlah” kebaktian sinagoge,
yang terdiri dari:
1. Shema’
2. Doa-doa
3. Pembacaan
Kitab Suci
4. Penjelasan
Elemen-elemen ini sangat penting bagi
ibadah umum, yang kemudian akan ditentukan detailnya dalam ibadah Yahudi dan
Kristen. Selanjutnya Webber mengemukakan ada lima elemen, yaitu:
Pertama, ibadah pangilan
Allah. Allah yang memanggil umat-Nya untuk bertemu dengan-Nya. Kedua, Umat
Tuhan diatur dalam satu tanggungjawab terstruktur. Artinya ada yang
bertanggungjawab. Ketiga, pertemuan antara Allah dan Umat. Keempat, umat
setuju dan menerima perjanian dengan syarat-syaratnya yang memberi makna kepada
komitmen umat secara subjektif untuk mendengar dan taat kepada Firman Allah.
Kelima, puncak hari pertemuan itu ditandai dengan symbol pengesahan, satu
materai perjanjian.
Dengan demikian Allah adalah pusat
ibadah Perjanjian Lama. Umat Tuhan atau manusia beribadah adalah sebagai
respons dalam ucapan syukur kepada karya Allah di dalam hidup manusia.
KESIMPULAN
Allah sendirilah yang membuat ibadah
dimungkinkan ada. Dalam anugerah-Nya, Ia mengundang penyembahan manusia tertuju
kepada -Nya. Ibadah selalu berfokus tunggal yaitu ketika Allah bertindak
menyatakan kasih-Nya kepada kita dan Ia jugalah yang mendorong tanggapan kita
atas semua pernyataan kasih-Nya.
Ibadah adalah jawaban manusia terhadap
panggilan Allah, terhadap tindakan-tindakan-Nya yang penuh kuasa yang berpuncak
pada tindakan pendamaian dalam Kristus. Ibadah adalah kegiatan puji-pujian
dalam penyembahan yang mensyukuri kasih Allah yang merangkul kita dan kebaikan
kasih-Nya yang menebus kita dalam Kristus, Tuhan kita.
Ibadah (baca; kebaktian) adalah suatu
‘bakti’ dan persembahan kepada Allah. Persembahan yang dinaikkan bukan sekedar
ritus batiniah tetapi persembahan yang juga dihaturkan dari tengah pergumulan
kehidupan sesehari yang nyata. Pengudusan manusia oleh Allah dan pemuliaan
Allah oleh manusia, keduanya merupakan karakteristik dalam ibadah. Ibadah yang
sejati tidak hanya terbatas pada ritual-ritual keagamaan. Atau sebatas misalnya
pergi ke gereja, ikut persekutuan ini dan itu. Betul, semua itu adalah ibadah.
Namun tidak hanya sebatas itu. Ibadah yang sejati juga menyangkut kehidupan
sehari-hari, kapan saja dan di mana saja. Dan yang menjadi pusat ibadah adalah
Allah.
No comments:
Post a Comment