http://supermarketing.blogspot.com |
PASAL
1
PENDAHULUAN
Pengaruh teologi kontemporer sangat terasa di
Indonesia. Sebagai contoh semanusiar tahun 1980-an karena banyak ajaran yang
tidak mendasari Almanusiab, lebih mementingkan pikiran masih-masih (filsafat).
Sehingga terjadi pada masa kini mengajarkan bahwa manusiab Ayub bukanlah Firman
Allah. Kemudian semanusiar tahun 1997, memberi ceramah dengan tema:
Yesus Historis dan Yesus Kepercayaan. Ia mengatakan antara lain bahwa Yesus
yang historis (orang Nazaret) tidak ada dalam manusiab-manusiab Injil. Yesus
yang dicatat dalam manusiab-manusiab Injil adalah Yesus kepercayaan, yaitu
menurut konsep jemaat Kristen mula-mula. Sesungguhnya, teologi kontemporer
sudah ratusan tahun merusak iman Kristen yang benar, termasuk para intelektual
Kristen. Itulah sebabnya, sebagai umat yang mengakui Almanusiab sebagai Firman
Allah (evangelical), sangat penting mendalami latar belakang sejarah teologi
kontemporer, dasar dan ciri khas pemikirannya, aliran dan garis besar pemikiran
teologi kontemporer. Dengan memahami pokok-pokok ini, sehingga memperoleh
masukan untuk merumuskan tanggapan yang Almanusiabiah sekaligus sebagai usaha
membentengi warga jemaat.
Dalam makalah ini
penulis membahas oleh karena itu dalam penulisan karya
ilmiah ini menyadari banyak hal kekurangan baik segi
pengetikan dan bahasa maupun dari
segi isinya. Oleh sebab itu penulis
sangat mengaharapkan kritik dan sasaran yang membangun agar makalah ini dapat
berguna dan bermanfaat bagi pembaca.
PASAL 2
PENGERTIAN TEOLOGI KONTEMPORER
Teologi kontemporer atau yang
disebut juga dengan Teologi Modern adalah teologi Historis-Kritis, yaitu
teologi yang di dasarkan pada keraguan/kecurigaan terhadap Almanusiab. Almanusiab
tidak lagi diterima sebagai wahyu Allah/kebenaran yang diilhamkan, tetapi
sebagaimana layaknya buku kuno yang harus dibuktikan kebenarannya, baik dari
sisi sejarahnya maupun berita yang disampaikan di dalamnya. Dengan demikian Almanusiab
tidak diterima lagi sebagai satu-satunya sumber teologi dan menjadikan Filsafat
sebagai sumber kedua yang pada akhirnya menggeser secara penuh kedudukan Almanusiab.
Karena Teologi ini tidak berdasar pada Allah dan Firman-Nya, maka melahirkan
pemahaman teologi yang berbeda-beda antara satu teolog dengan teolog lainnya.
Dengan demikian dapat manusia katakan bahwa teologi kontemporer adalah bukan
teologi Kristen karena telah menyimpang dari azas-azas teologi Kristen. Teologi
Kristen adalah teologi yang azas utamanya ialah Allah dan Firman-Nya (Almanusiab).
Sementara itu lecture teologi kontemporer telah berpindah azas kepada manusia
(humanisme) dan Filsafat masa pencerahan atau juga ilmu pengetahuan sosial.
Jelas bahwa teologi Kontemporer bukanlah teologi Kristen bahkan pantas juga
jika manusiasebut “Bukan Teologi”. Bidat Kristen/antikristus,
pendapat
dengan Eta Linnemanmengatakan:
bahwa teologi Kontemporer
adalah bidat Kristen, sebab memang memenuhi syarat untuk disebut sebagai bidat,
diantaranya adalah Memberitakan kebenaran baru yang selalu bertentangan dengan
doktrin Almanusiabiah. Mendasarkan ajarannya di atas dasar selain Almanusiab
yang adalah Firman Allah. Orang itumemakai buku-buku yang dikarang oleh pendiri
aliran mereka.Memberitakan Yesus yang lain dengan yang Injil beritakan. Memberitakan
ajaran-ajaran yang bertentangan dengan ajaran yang Almanusiabiah.
Latar Belakang Lahirnya Teologi Kontemporer
lahir di Swiss pada tahun 1919
yang dipelopori oleh Karl Barth (1886-1968) seorang teolog muda yang juga
pendeta (25 tahun) (Conn, Teologi Kontemporer, 1991:14). Eta Linnemann menyebut
teologi Karl Barth ini dengan sebutan “teologi modern” atau teologi historis
kritis” (1991:11). Ciri khas dari teologia ini adalah penempatan rasio/akal
sebagai pusat/titik sentral(kaidah/ukuran) kebenaran. Lahirnya teologi
kontemporer dilatar belakangi oleh gerakan Renaissance yang berarti “kelahiran
kembali”, yaitu kelahiran kembali kebudayaan klasik Yunani-Romawi, suatu masa
perubahan kebudayaan dan pandangan hidup dari Abad Pertengahan ke Abad Modern.
Renaissance ini muncul di Italia pada abad XIV. Sambil melayangkan pikiran ke
masa lampau, sarja dan seniman Renaissance sebenarnya memandang ke masa depan.
Penyelidikan ilmiah dibangkitkan kembali secara bebas, kesenian dan filsafat
diberi corak baru: manusialah yang
ditempatkan di pusat dunia. Lambat laun, humanisme dari renaissance
memusatkan perhatiannya kepada manusia. Humanisme yang pada awalnya berhubungan
dengan agama akhirnya memisahkan diri karena sangat yakin akan kesanggupan
manusia dan keunggulan rasio manusia. Gerakan renaissance ini
terjadi pada abad XIV-XVII, dimana 200 tahun sebelumnya filsuf renaissance asal
Jerman bernama Immanuel Kant (1724-1804) telah mendengungkan kedaulatan rasio
manusia. Manusia dengan rasionya dijadikan kaidah bagi segala yang ada
(diillahikan). Fanatisme terhadap kedaulatan akal (rasio) makin memukau
perhatian para cendikiawan pada abad XVII-XVIII yang dikenal denganh nama
ENLIGHTENMENT (Pencerahan)/post reformasi. Masa pencerahan yang dimulai pada
tahun 1687 ditandai dengan terbitnya karya tulis Isack Newton berjudul
Philosophiae Naturalis Principia Mathematica (Azas-azas Matematika
Filsafat Alam) yang ditegaskan dengan pernyataan Kant bahwa “pencerahan adalah
kebangmanusian manusia dari masa kanak-kanaknya”, yaitu karena manusia tidak
berani menggunakan rasio secara mandiri atau lepas dari kungkungan politik dan
agama. Peter Gay dalam bukunya Abad Pencerahan: Abad Besar
Manusia menyebut abad pencerahan sebagai abad “Revolusi Industri atau
revolusi demokrasi, revolusi ilmu, revolusi intelektual, modernisasi atau
revolusi harapan yang meluap-luap.” Berikut ini dipaparkan secara ringkas
filsafat-filsafat abad pencerahan yang melatar belakangi lahirnya teologi
kontemporer.
RASIONALISME aliran filsafat ini dipelopori oleh Descartes.
Disebut rasionalisme karena aliran ini sangat mementingkan rasio/akal bahkan
mendewakan rasio, suatu kepercayaan akan rasio untuk mendapatkan kebenaran.
Dalam rasio diyakini terdapat ide-ide dan melaluinya manusia dapat membangun
suatu ilmu pengetahuan tanpa menghiraukan realitas di luar rasio. Selanjutnya,
para filosof rasionalisme menyatakan bahwa kekuatan akal pada diri manusia
(sebagai kekuatan instinktif), adalah sumber dari semua ilmu/kebenaran yang
hakiki. Lebih jauh lagi orang itumengatakan bahwa rasio sebagai asal-usul dari
segala keberadaan. EMPIRISME Istilah ini bersal dari kata Yunani “empeiria”
yang berarti “pengalaman inderawi”. Empirisme menjadikan pengalaman sebagai
sumber utama pengenalan, baik pengalaman lahiriah yang menyangkut dunia maupun
pengalaman batiniah yang menyangkut pribadi manusia saja. Filsafat aliran ini
berpegang pada pendapat bahwa setiap yang disebut kebenaran harus dapat
dibuktikan secara empiris. Filsafat inilah yang melahirkan berbagai macam ilmu
empiris yang didominasi dengan pemikiran Yunani yang menekankan matematika,
logoika, dan metode observasi. Dengan demikian, empirisme sangat bertentangan
dengan rasionalisme. Orang itumenolak ide-ide natural yang dikemukakan oleh
filsafat aliran rasionalisme dan mengembalikan semua pengetahuan dengan semua
bentuknya kepada pengalaman inderawi. Orientasi ini mendorong orang ituuntuk
secara serius lebih memperhatikan peristiwa-peristiwa nyata.
MATERIALISME filsafat
ini menganggap seluruh alam semesta adalah materi/keendaan. Semua yang bukan
materi sebenarnya tidak ada. Semua hanyalah materi, baik manusia
maupun alam semesta, yaitu mempunyai panjang, lebar dan tinggi. Alam semesta
dipandang sebagai kesatuan material yang tak terbatas; alam, termasuk di
dalamnya segala materi dan energi (gerak atau tenaga) selalu ada dan akan tetap
ada, dan bahwa alam (world) adalah realitas yang keras, dapat disentuh,
material, obyektif yang dapat diketahui oleh manusia. Menurut aliran ini,
materi ada sebelum jiwa (self), dan dunia materi adalah yang pertama, sedangkan
pemikiran tentang dunia ini adalah nomor dua. EKSISTENSIALISME aliran ini
berkisar pada wujud eksistensi manusia, yang dipelopori oleh Kierkegaard, yang
tertarik pada keberadaan manusia. Wujud manusia yang dipelajari oleh filsafat
eksistensialisme bukanlah esensi yang manusia rasionalkan, namun eksistensinya.
Menurut Kierkegaard, eksistensi manusia bukan mengenai apakah ia tetapi apa
yang ia buat untuk dirinya. Jadi eksistensi manusia adalah kesatuan dari segala
keputusan dan pemilihannya.
PASAL 3
CIRI-CIRI TEOLOGI
KONTEMPORER. ALIRAN
TEOLOGI INI MEMPUNYAI YANG MENONJOL DALAM BERTEOLOGI
Mendewakan rasio. Secara umum,
memandang rasio sebagai satu-satunya kaidah kebenaran mengakibatkan:Tergesernya
Almanusiab sebagai Firman Allah yang berotoritas. Penolakan terhadap otoritas
Almanusiab yang adalah Firman Allah. Rongrongan terhadap kedaulatan Allah
(teologi). Agama tidak bisa melawan gerakan ini dan tertelan ke dalamnya. Para
teolog terbawa arus pandangan dunia baru. Manusia dengan rasionya yang terbatas
dan cacat karena dosa “diillahikan” dan sebaliknya Allah yang illahi
direndahkan. Manusia menyangkali berita Almanusiab (Maz. 8:6) dan memandang
diri lebih tinggi posisinya daripada Allah. Sikap “mengillahikan” rasio manusia
dipandang Francis Schaeffer sebagai pemisahan alam dari Allah. “Bilamana alam
diberi kedaulatan, ia mulai menelan anugerah. Pada puncak Renaissance, alam
telah menelan habis anugerah yang berbuahkan kebinasaan.
Kaum intelektual semakin
memperlihatkan sikap deis dan atheis. Contoh. Isaac Newton (1642-1727) seorang
ahli matematika asal Inggris yang lahir di hari natal, dalam penelitiannya
terhadap planet-planet ruang angkasa menyimpulkan: “Allah disamakan dengan
ruang angkasa raya. Maka lahirlah buah pikiran mengenai Allah yang mengisi
lubang-lubang (yaitu hal-hal yang belum diketahui). Searah dengan Newton, G. W.
Leibniz (1646-1716) seorang sarjana asal Jerman yang ahli di bidang sejarah,
hukum, bahasa, matematika, teologi dan filsafat, mengemukakan bahwa: “Allah
yang mahasempurna, pasti tidak menciptakan suatu dunia yang tak sempurna dan
selalu perlu diperbaiki”. Dalam pemikiran Newton dan Leibniz terdapat unsur
pemikiran yang kuat bahwa Allah sebagai tukan arloji illahi, artinya Allah
menciptakan dan menyetel alam semesta, kemudian ia mengundurkan diri untuk
memandang hasil karyanya dari jauh (tidak ikut campur tangan dengan segala
kejadian di dunia). John Locke (1632-1704), filsuf asal Inggris mengatakan bahwa: “manusia memiliki pengetahuan akan adanya diri manusia dari
intuisi manusia; akan adanya Allah dari pembuktian dan akan hal-hal yang lain
dari pengalaman panca indera (Heuken, Agama dan Ilmu-ilmu Pengetahuan, tt : 48,
50). Contoh ketiga pandangan tersebut memperlihatkan pemahaman deis dan atheis,
yang menjadi fondasi dan cirri khas yang dasar dan alam pemikiran teologi
kontemporer dalam perjalanan hidupnya.
Lahirnya berbagai “isme” yang
berpengaruh sangat kuat dalam perkembangan teologi kontemporer. Historisme,
menekankan bahwa tolok ukur histories yang selama ini dipandang akurat dan
obyektif harus diuji ulang sejak hadirnya pencerahan. Akhirnya, antara yang
historis dan yang diimani dalam Almanusiab harus dipersoalkan ulang. Saintisisme,
sejak Galileo, para ilmuwan berhasil mempromosikan
kehebatan ilmu pengetahuan sebagai jawaban yang paling solid terhadap semua
misteri kosmos makro-mikro kosmos, maka kisah penciptaan (Kej. 1, 2) ditolak. Kritisisme,
studi tentang naskah-naskah dari abad pertengahan yang diakui asli, ternyata
tidak benar oleh pemikiran modern. Karena itu para ahli berusaha mencari naskah
asli berdasarkan metode ilmiah (histories kritis), termasuk semua dukumen masa
lampau harus diperiksa dengan teliti (keasliannya, keakuratannya,
faktualitasnya). Dalam hal ini PL dan PB harus dikritik dengan metode kritik
tinggi. Rasionalisme, deisme yang berakar pada filsafat kafir merupakan pelopor
teologi yang mendaulatkan rasio sebagai kaidah kebenaran termasuk kebenaran
agamawi. Walaupun para pemikir (teolog) percaya pada Allah, rasio tetap sebagai
primadona ilmu pengetahuan, etika, estetika, kecantikan, agama. Semua unsure yang
tidak rasional harus dibuang dari arena kepercayaan. Toleranisme. Menyusul
penemuan Columbus (benua Amerika), para ahli dibarat menyatakan bahwa dunia ini kaya dengan “kebudayaan dan agama”. Contoh:
Gotthold Lessing dengan dramanya “Nathan the wise” (1977) memproklamirkan bahwa
“tidak ada satu agamapun yang memiliki kebenaran mutlak termasuk agama
Kristen.” Optimisme. Pencerahan tidak mengakui dosa asal. Dosa dianggap sebagai
suatu peristiwa psikologis dan khayalan belaka. Agama merupakan neurosis umum yang
selalu mengganggu pikiran manusia (baca pandangan Freud dalam buku Heuken,
Agama dan Ilmu-ilmu Pengetahuan, tt : 127-129). Ajaran yang menekankan
penderitaan salib harus diganti dengan pemikiran dan ajaran yang positif,
optimis. Kantianisme. Immanuel Kant (1724-1804) boleh disebut sebagai “bapak
teologi liberal” karena pemikirannya selalu menjadi acuan para teolog liberal.
Ia katakan antara lain: ilmu pengetahuan telah melawan dan membisukan agama. Semua
aliran teologi yang disebut teologi kontemporer adalah teologi histories
Kritis, yang mendasarkan pemikiran teologianya pada keputusan bahwa Almanusiab
adalah sebuah dokumen sejarah agama kuno (ditulis pada zaman pra-ilmiah).
Karena itu perlu dinilai dan dikritik oleh manusia modern. Para teolog kontemporer
tahu bahwa Almanusiab sangat berarti bagi gereja, namun mereka tidak rela
menghargai Almanusiab sebagai Firman Allah yang diilhamkan oleh Roh Kudus,
inneren, dan berotoritas mutlak.
PASAL 4
KESIMPULAN
Pasal- pasal ini berusahan menjelasakan
beberapa di antara perbedaan-perbeda doktrin yang sudah ada sejak abad-abad
permulaan jemaat Kristen. Ada beberapa juga perbedaan berpendapat lain dari
zaman sekarang, seperti antara lain ajara bahwa Almanusiab tidak mungkin salah,
beberpa juga di antara pertentangan yang paling tua dan yang paling
penting,yang sehingga sekarang ini tetap memecah belah orang Kristen.
Permohonan penulis karyan adalah agar teologi di kembalikan sebagi ratu ilmu
pengetahuan. Dengan kata lain, hendak tidak pernah bosan membahas persoalan-persoalan
yang utama. Nasib kekal manusia serta nasib dunia bergantung pada pengertian
yang benar. Mari berusaha keras untuk memperoleh pengertian yang jelas tentang
apa yang di ajarkan Almanusiab benar.
No comments:
Post a Comment